Pada hari ini Selasa 13 februari 2018 Pemerintah dan Masyarakat kec.panggungrejo mengadakan upacara memperingati HUT PETA BLITAR yang di laksanakan di lapangan Pantai Serang Ds.serang Kec.Panggungrejo Kabupaten Blitar. Upacara ini diselenggarakan untuk mengenang perjalanan pahlawan nasional yakni Soedanco Soeprijadi dalam perjuangannya bersama masyarakat mengusir penjajah jepang di bumi Blitar, atau yang lebih di kenal dengan pemberontakan PETA.
Berikut sejarah singkat dari kejadian pemberontakan PETA tersebut yang terjadi pada Tanggal 14 Februari 1945, PETA (singkatan dari “Pembela Tanah Air”) adalah organisasi militer yang dibentuk oleh Pemerintah Militer Pendudukan Jepang di Indonesia yang didirikan pada bulan Oktober 1943. Jepang merekrut para pemuda Indonesia untuk dijadikan sebagai tentara teritorial guna mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera sebagai antisipasi jika terjadi penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda) yang berada di Front Pertempuran Asia Pasifik pada Perang Dunia II. Tentara-tentara PETA mendapatkan pelatihan militer dari tentara Pendudukan Jepang di Indonesia.
Berbeda dengan tentara-tentara HEIHO yang ikut bertempur bersama tentara-tentara Jepang di berbagai medan tempur Asia seperti Myanmar, Thailand, dan Filipina. Tentara PETA belum pernah mengalami pengalaman tempur. Hal ini demikian terjadi karena memang tujuan pembentukan PETA sendiri untuk mempertahankan wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa.
Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi, dan rekan-rekannya adalah lulusan angkatan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka lantas dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon) Blitar.
Para komandan melihat penderitaan rakyat Indonesia yang diperlakukan tidak semestinya oleh tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang yang dikerahkan untuk bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat menyedihkan, bagaikan budak yang harus bekerja tanpa mengenal batas waktu dan mendapatkan perlakuan yang intimidatif. Kawasan Pantai Serang menjadi saksi kebiadaban tentara Jepang waktu itu. Banyak dari Romusha yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit. Para prajurit PETA juga geram melihat kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia.
Para wanita ini pada awalnya dijanjikan akan mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas nafsu seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang mewajibkan tentara PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun pangkat prajurit Jepang itu lebih rendah dari pada anggota PETA. Hal tersebut dinilai merendahkan harga diri beberapa Periwa Peta. Itulah sedikit sejarah tentang pemberontakan PETA.
Upacara ini di ikuti oleh siswa siswi sekolah, TNI, POLRI, Pegawai Negeri sipil, dll. Turut hadir pula Bapak Bupati Blitar Drs. Rijanto,MM. Upacara tersebut berlangsung dengan sangat hikmat karna dalam hakikatnya Blitar tidak bisa lepas pula oleh nama Soedanco soeprijadi. Di pantai serang ini juga terdapat patung soedanco soeprijadi sebagai tanda untuk mengenang jasa-jasa dan semangat kejuangan beliau.
Sebagai generasi penerus maka menapaki semangat dan pengorbanan Soeprijadi adalah wajib adanya dengan cara yang sesuai dengan jamannya. Bangsa yang besar tidak pernah melupakan sejarah dan jasa para pahlawannya. Dari Blitar untuk Indonesia.
Salam Amazing Blitar